Shalat Dhuha lebih baik dijaga rutin, boleh rutinkan tiap hari.
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail
بَابُ فَضْلِ صَلاَةِ الضُّحَى
وَبَيَانِ أَقَلِّهَا وَأَكْثَرِهَا وَأَوْسَطِهَا ، وَالحَثِّ عَلَى المُحَافَظَةِ عَلَيْهَا
206. Bab Keutamaan Shalat Dhuha, Penjelasan Jumlah Rakaat yang Paling Sedikit, Paling Banyak, dan Pertengahan, serta Anjuran Memeliharanya
Hadits #1140
وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، عَنِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ : فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ ، وَأَمْرٌ بِالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وَيُجْزِىءُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada pagi hari, setiap ruas tulang salah seorang di antara kalian itu ada sedekahnya. Maka setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan laa ilaha illallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan Allahu Akbar) adalah sedekah, memerintahkan kepada kebaikan adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan yang mencukupkan dari semua itu adalah dua rakaat shalat Dhuha.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 720]
Faedah Hadits
- Hadits ini menunjukkan keutamaan shalat Dhuha.
- Shalat Dhuha minimalnya adalah dua rakaat.
- Sedekah adalah segala bentuk kebaikan, bukan hanya terbatas bersedekah dengan harta.
- Shalat Dhuha bisa menggantikan sedekah dengan seluruh persendian.
Hadits #1141
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعاً ، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللهُ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan empat rakaat shalat Dhuha dan menambahkannya sesuai dengan kehendak Allah.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 719]
Faedah Hadits
- Shalat Dhuha boleh dengan empat rakaat, caranya bisa dengan dua rakaat salam dan dua rakaat salam.
- Dari hadits ini disimpulkan bahwa tidak ada rakaat maksimal untuk shalat Dhuha, boleh lebih dari empat, delapan, atau dua belas rakaat.
Hadits #1142
وَعَنْ أُمِّ هَانِىءٍ فَاخِتَةَ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، عَامَ الفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ ، صَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، وَذَلِكَ ضُحىً. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَهَذَا مُخْتَصَرُ لَفْظِ إِحْدَى رِوَايَاتِ مُسْلِمٍ.
Ummu Hani’ Fakhitah binti Abu Thalib radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Fathu Makkah, maka aku mendapati beliau sedang mandi. Ketika beliau selesai dari mandinya, beliau melakukan shalat delapan rakaat, dan itu pada waktu Dhuha.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 357 dan Muslim, no. 336]
Faedah Hadits
- Hadits menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Dhuha delapan rakaat.
- Apa yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan delapan rakaat bukan menunjukkan batasan shalat Dhuha itu delapan rakaat. Pendapat paling kuat, shalat Dhuha tidak dibatasi jumlah rakaatnya.
- Dalam riwayat hadits ini, disebutkan bahwa Fakhitah mengucapkan salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti hal ini menunjukkan bahwa boleh wanita mengucapkan salam pada pria selama aman dari godaan.
بَابُ تَجْوِيْزِ صَلاَةِ الضُّحَى مِنَ ارْتِفَاعِ
الشَّمْسِ إِلَى زَوَالِهَا وَالأَفْضَلُ أَنْ تُصَلَّى عِنْدَ
اشْتِدَادِ الحَرِّ وَارْتِفَاعِ الضُّحَى
207. Bab Bolehnya Melakukan Shalat Dhuha Mulai dari Meningginya Matahari Sampai Tergelincirnya, dan yang Lebih Utama Dilakukan Ketika Hari Makin Panas (Makin Siang) dan Meningginya Waktu Dhuha
Hadits #1143
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أنَّهُ رَأَى قَوْماً يُصَلُّونَ مِنَ الضُّحَى ، فَقَالَ : أمَا لَقَدْ عَلِمُوا أنَّ الصَّلاَةَ في غَيْرِ هذِهِ السَّاعَةِ أفْضَلُ ، إِنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِيْنَ تَرْمَضُ الفِصَالُ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
تَرْمَضُ : بِفَتْحِ التَّاءِ وَالمِيْمِ وَبِالضَّادِ المُعْجَمَةِ ، يَعْنِي : شِدَّةُ الحَرِّ.
وَ الفِصَالُ جَمْعُ فَصِيلٍ وَهُوَ : الصَّغيرُ مِنَ الإبِلِ.
Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia melihat satu kaum yang melakukan shalat Dhuha, Zain pun berkata, “Tidakkah mereka tahu bahwa shalat di waktu selain ini lebih utama, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Shalat orang-orang yang bertaubat itu adalah ketika anak-anak unta sudah merasa kepanasan (karena matahari).’” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 748]
Tarmadhu adalah panas yang sangat (makin siang). Al-fishal adalah anak unta.
Faedah Hadits
- Shalat Dhuha disebut dengan shalat awwabin, yaitu shalat orang-orang yang kembali kepada Allah setelah sebelumnya lalai, penuh dosa, akhirnya mengingat-Nya dan bertaubat.
- Dahulu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa merutinkan shalat Dhuha.
- Boleh memuji orang yang taat selama tidak keluar dari aturan syariat.
- Waktu shalat Dhuha yang paling afdal adalah makin panas (makin siang).
- Shalat badiyah Maghrib (enam rakaat setelah Maghrib) ada yang menyebutnya pula dengan shalat awwabin, namun haditsnya tidak shahih, dan tidak dilakukan oleh sahabat, dan itu termasuk bid’ah yang dibuat-buat. Ingatlah setiap bid’ah itu sesat. Namun shalat badiyah Maghrib yang dua rakaat tetap ada tuntunan karena termasuk shalat sunnah rawatib yang dianjurkan dijaga.
- Masih boleh melakukan shalat sunnah di masjid. Sedangkan hadits dari Zaid bin Tsabit yang menyatakan “Shalatlah kalian, wahai manusia, di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 731 dan Muslim, no. 781). Maka yang dimaksud hadits Zaid ini menunjukkan afdaliyah, yaitu shalat sunnah lebih afdal di rumah. Namun di masjid, tetap masih dibolehkan. Lihat Al-Bahr Muhith Ats-Tsajaj, 15:567.
Wallahu Ta’ala a’lam bish shawaab.
Hanya Allah tempat kembali, Allah-lah yang mencukupi dan kepada-Nya sebaik-baik tempat bergantung.
Referensi:
- Al-Bahr Muhith Ats-Tsajaj fi Syarh Shahih Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj.Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Muhammad bin Asy-Syaikh Al-‘Allamah ‘Ali Ibnu Adam bin Musa Al-Itubi Al-Wallawi. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Nuzhah Al–MuttaqinSyarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Dr. Musthafa Al-Bugha, Dr. Musthafa Sa’id Al-Khin, dll. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Disusun di #darushsholihin, 23 Jumadats Tsaniyyah 1440 H (28 Februari 2019, sebelum Maghrib)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com